PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 74 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya kegiatan pembangunan di berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan, terdapat kecenderungan semakin meningkat pula penggunaan bahan berbahaya dan beracun;
b. bahwa sampai saat ini terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, akan tetapi masih belum cukup memadai terutama untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup;
c. bahwa untuk mencegah terjadinya dampak yang dapat merusak lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan makhluk hidup lainnya diperlukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun secara terpadu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
3. Undang- undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);
4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lemabaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
25 2
7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 12);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3910) ;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya;
2. Pengelolaan B3 adalah kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau membuang B3;
3. Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap B3 yang ada di wilayah Republik Indonesia;
4. Penyimpanan B3 adalah teknik kegiatan penempatan B3 untuk menjaga kualitas dan kuantitas B3 dan atau mencegah dampak negatif B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan mahluk hidup lainnya;
5. Pengemasan B3 adalah kegiatan mengemas, mengisi atau memasukkan B3 ke dalam suatu wadah dan atau kemasan, menutup dan atau menyegelnya;
6. Simbol B3 adalah gambar yang menunjukkan klasifikasi B3;
7. Label adalah uraian singkat yang menunjukkan antara lain klasifikasi dan jenis B3;
8. Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3 dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sarana angkutan;
9. B3 terbatas dipergunakan adalah B3 yang dibatasi penggunaan, impor dan atau produksinya;
10. B3 yang dilarang dipergunakan adalah jenis B3 yang dilarang digunakan, diproduksi, diedarkan dan atau diimpor;
11. Impor B3 adalah kegiatan memasukkan B3 ke dalam daerah kepabeanan Indonesia;
12. Ekspor B3 adalah kegiatan mengeluarkan B3 dari daerah kepabeanan Indonesia;
13. Notifikasi untuk ekspor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara pengekspor ke otoritas negara penerima dan negara transit apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas B3 yang terbatas dipergunakan;
14. Notifikasi untuk impor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara pengekspor apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas untuk B3 yang terbatas dipergunakan dan atau yang pertama kali diimpor;
15. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan hukum;
16. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan;
17. Instansi yang berwenang adalah instansi yang berwenang dalam memberikan izin, pengawasan dan hal lain yang sesuai dengan bidangnya masing-masing;
18. Komisi B3 adalah badan independen yang berfungsi memberikan saran dan atau pertimbangan kepada Pemerintah dalam pengelolaan B3 di Indonesia;
19. Gubernur adalah Kepala Daerah Propinsi;
20. Bupati/Walikota adalah Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
21. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup.
Pasal 2
Pengaturan pengelolaan B3 bertujuan untuk mencegah dan atau mengurangi risiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pasal 3
Pengelolaan B3 yang tidak termasuk dalam lingkup Peraturan Pemerintah ini adalah pengelolaan bahan radioaktif, bahan peledak, hasil produksi tambang serta minyak dan gas bumi dan hasil olahannya, makanan dan minuman serta bahan tambahan makanan lainnya, perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika, bahan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika, dan prekursornya serta zat adiktif lainnya, senjata kimia dan senjata biologi.
Pasal 4
Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
BAB II
KLASIFIKASI B3
Pasal 5
(1) B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. mudah meledak (explosive);
b. pengoksidasi (oxidizing);
c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);
d. sangat mudah menyala (highly flammable);
e. mudah menyala (flammable);
f. amat sangat beracun (extremely toxic);
g. sangat beracun (highly toxic);
h. beracun (moderately toxic);
i. berbahaya (harmful);
j. korosif (corrosive);
k. bersifat iritasi (irritant);
l. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);
m. karsinogenik (carcinogenic);
n. teratogenik (teratogenic);
o. mutagenik (mutagenic).
(2) Klasifikasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :
a. B3 yang dapat dipergunakan;
b. B3 yang dilarang dipergunakan; dan
c. B3 yang terbatas dipergunakan.
(3) B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
BAB III
TATA LAKSANA DAN PENGELOLAAN B3
Pasal 6
(1) Setiap B3 wajib diregistrasikan oleh penghasil dan atau pengimpor
(2) Kewajiban registrasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku 1 (satu) kali untuk B3 yang dihasilkan dan atau diimpor untuk yang pertama kali;
(3) Registrasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang :
a. termasuk dalam ketentuan Pasal 3, diajukan kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
b. tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 3, diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab.
(4) Instansi yang berwenang yang memberikan nomor registrasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a menyampaikan tembusannya kepada instansi yang bertanggung jawab.
(5) Instansi yang bertanggung jawab yang memberikan nomor registrasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b menyampaikan tembusannya kepada instansi yang berwenang.
(6) Tata cara registrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan sistem registrasi nasional B3 ditetapkan dengan Keputusan Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 7
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan ekspor B3 yang terbatas dipergunakan, wajib menyampaikan notifikasi ke otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang bertanggung jawab.
(2) Ekspor B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilaksanakan setelah adanya persetujuan dari otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang bertanggung jawab.
(3) Persetujuan dari instansi yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan dasar untuk penerbitan atau penolakan izin ekspor dari instansi yang berwenang di bidang perdagangan.
Pasal 8
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan impor B3 yang terbatas dipergunakan dan atau yang pertama kali diimpor, wajib mengikuti prosedur notifikasi.
(2) Notifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib disampaikan oleh otoritas negara pengekspor kepada instansi yang bertanggung jawab.
(3) Instansi yang bertanggung jawab wajib memberikan jawaban atas notifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan notifikasi.
Pasal 9
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan impor B3 yang baru yang tidak termasuk dalam daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), wajib mengikuti prosedur notifikasi.
(2) Notifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan oleh otoritas negara pengekspor kepada instansi yang bertanggung jawab.
(3) Instansi yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) segera memberitahukan kepada Komisi B3 untuk meminta saran dan atau pertimbangan Komisi B3.
(4) Komisi B3 memberikan saran dan atau pertimbangan kepada instansi yang bertanggung jawab mengenai B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(5) Berdasarkan saran dan atau pertimbangan yang diberikan oleh Komisi B3 kepada instansi yang bertanggung jawab, maka instansi yang bertanggung jawab:
a. mengajukan perubahan terhadap lampiran Peraturan Pemerintah ini; dan
b. memberikan persetujuan kepada instansi yang berwenang di bidang perdagangan sebagai dasar untuk penerbitan atau penolakan izin impor.
Pasal 10
Tata cara notifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 11
Setiap orang yang memproduksi B3 wajib membuat Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet)
Pasal 12
Setiap penanggung jawab pengangkutan, penyimpanan, dan pengedaran B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
Pasal 13
(1) Pengangkutan B3 wajib menggunakan sarana pengangkutan yang laik operasi serta pelaksanaannya sesuai dengan tata cara pengangkutan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Persyaratan sarana pengangkutan dan tata cara pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh instansi yang berwenang di bidang transportasi.
Pasal 14
Setiap B3 yang dihasilkan, diangkut, diedarkan , disimpan wajib dikemas sesuai dengan klasifikasinya.
Pasal 15
(1) Setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan label serta dilengkapi dengan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet).
(2) Tata cara pengemasan, pemberian simbol dan label sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 16
(1) Dalam hal kemasan B3 mengalami kerusakan untuk :
a. B3 yang masih dapat dikemas ulang, pengemasannya wajib dilakukan oleh pengedar;
b. B3 yang tidak dapat dikemas ulang dan dapat menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan dan atau keselamatan manusia, maka pengedar wajib melakukan penanggulangannya.
(2) B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Kepala instansi yang bertanggung jawab.
(3) Dalam hal Keputusan Kepala instansi yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum tersedia, maka tata cara penanganan B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengacu kepada kaidah ilmiah yang berlaku.
Pasal 17
(1) Dalam hal simbol dan label mengalami kerusakan wajib diberikan simbol dan label yang baru.
(2) Tanggung jawab pemberian simbol dan label sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kerusakan pada tahap :
a. produksi, tanggung jawabnya ada pada produsen/penghasil;
b. pengangkutan, tanggung jawabnya ada pada penanggung jawab kegiatan pengangkutan;
c. penyimpanan, tangggung jawabnya ada pada penanggung jawab kegiatan penyimpanan.
(3) Tata cara pemberian simbol dan label sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 18
(1) Setiap tempat penyimpanan B3 wajib diberikan simbol dan label.
(2) Tempat penyimpanan B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi persyaratan untuk :
a. lokasi;
b. konstruksi bangunan;
(3) Kriteria persyaratan tempat penyimpanan B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 19
Pengelolaan tempat penyimpanan B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) wajib dilengkapi dengan sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3.
Pasal 20
B3 yang kadaluarsa dan atau tidak memenuhi spesifikasi dan atau bekas kemasan, wajib dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
BAB IV
KOMISI B3
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengelolaan B3 dibentuk Komisi B3 yang mempunyai tugas untuk memberikan saran dan atau pertimbangan kepada Pemerintah.
(2) Komisi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat terdiri dari beberapa Sub Komisi B3.
(3) Susunan keanggotaan Komisi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari wakil instansi yang berwenang, wakil instansi yang bertanggung jawab, wakil instansi yang terkait, wakil perguruan tinggi, organisasi lingkungan, dan asosiasi.
(4) Susunan keanggotaan, tugas, fungsi, dan tata kerja Komisi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
BAB V
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 22
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penanggung jawab kegiatan pengelolaan B3 wajib mengikutsertakan peranan tenaga kerjanya.
(4) Peranan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 23
(1) Untuk menjaga keselamatan dan kesehatan pekerja dan pengawas B3 wajib dilakukan uji kesehatan secara berkala.
(2) Uji kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh masing-masing instansi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku..
BAB VI
PENANGGULANGAN KECELAKAAN DAN KEADAAN DARURAT
Pasal 24
Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib menanggulangi terjadinya kecelakaan dan atau keadaan darurat akibat B3.
Pasal 25
Dalam hal terjadi kecelakaan dan atau keadaan darurat yang diakibatkan B3, maka setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 wajib mengambil langkah-langkah :
a. mengamankan (mengisolasi) tempat terjadinya kecelakaan;
b. menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur tetap penanggulangan kecelakaan;
c. melaporkan kecelakaan dan atau keadaan darurat kepada aparat Pemerintah Kabupaten/Kota setempat; dan
d. memberikan informasi, bantuan, dan melakukan evakuasi terhadap masyarakat di sekitar lokasi kejadian.
Pasal 26
Aparat Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, setelah menerima laporan tentang terjadinya kecelakaan dan atau keadaan darurat akibat B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, wajib segera mengambil langkah-langkah penanggulangan yang diperlukan.
Pasal 27
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, tidak menghilangkan kewajiban setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 untuk :
a. mengganti kerugian akibat kecelakaan dan atau keadaan darurat; dan atau
b. memulihkan kondisi lingkungan hidup yang rusak atau tercemar; yang diakibatkan oleh B3.
BAB VII
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 28
(1) Wewenang pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3 dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
(2) Dalam hal tertentu, wewenang pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan menjadi urusan daerah Propinsi/Kabupaten/Kota.
(3) Penyerahan wewenang pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab dan atau instansi yang berwenang di bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 29
Pengawas dalam melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), wajib dilengkapi tanda pengenal dan surat tugas yang dikeluarkan oleh instansi yang bertanggung jawab dan instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 30
Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib:
a. mengizinkan pengawas untuk memasuki lokasi kerja dan membantu terlaksananya tugas pengawasan;
b. mengizinkan pengawas untuk mengambil contoh B3;
c. memberikan keterangan dengan benar baik lisan maupun tertulis;
d. mengizinkan pengawas untuk melakukan pemotretan di lokasi kerja dan atau mengambil gambar.
Pasal 31
Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib menyampaikan laporan tertulis tentang pengelolaan B3 secara berkala sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada instansi yang bertanggung jawab dan instansi yang berwenang di bidang tugas masing-masing dengan tembusan kepada Gubernur/Bupati/Walikota.
BAB VIII
PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT
Pasal 32
Gubernur/Bupati/Walikota/Kepala Instansi yang bertanggung jawab dan Pimpinan instansi yang berwenang, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi dampak yang akan timbul terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya akibat adanya kegiatan pengelolaan B3.
Pasal 33
Setiap orang yang melakukan pengelolaan B3 wajib meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi dampak B3 yang akan timbul terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan makhluk hidup lainnya akibat adanya kegiatan pengelolaan B3.
Pasal 34
Peningkatan kesadaran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33 dapat dilakukan dengan penyebarluasan pemahaman tentang B3.
BAB IX
KETERBUKAAN INFORMASI DAN
PERAN MASYARAKAT
Pasal 35
(1) Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang upaya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan pengelolaan B3.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib disediakan oleh penanggung jawab kegiatan pengelolaan B3.
(3) Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat disampaikan melalui media cetak, media elektronik dan atau papan pengumuman.
Pasal 36
Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan B3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 37
Biaya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam :
a. Pasal 6 ayat (6), Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (2) ,Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (3)m, Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (4), Pasal 23 ayat (2), Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 32, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan atau sumber dana lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Pasal 26, Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 32 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan atau sumber dana lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 38
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal 35 dikenakan sanksi administrasi.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan berat dan ringannya jenis pelanggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XII
GANTI KERUGIAN
Pasal 39
(1) Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang usaha dan atau kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti kerugian secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini :
a. adanya bencana alam atau peperangan; atau
b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
c. adanya tindakan pihak ketiga yang memyebabkan terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
(3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkab oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti kerugian.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 40
Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 4, Pasal 6 ayat (1), Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, dan Pasal 24 yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undang – undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
Apabila pada saat diundangkan Peraturan Pemerintah ini :
a. masih terdapat B3 yang dilarang dipergunakan di Indonesia, maka B3 tersebut dapat diekspor ke negara yang memerlukannya sesuai dengan mekanisme ekspor yang berlaku;
b. terdapat B3 yang telah beredar tetapi belum diregistrasikan maka wajib diregistrasikan oleh penyimpan, pengedar dan atau pengguna menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
Pasal 42
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan B3 yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 26 November 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 138
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
Ttd
Lambock V. Nahattands
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !